Ad Code

Responsive Advertisement

Ceceran Darah Anggota Polisi Istimewa Yang berguguran dalam Perang Kemerdekaan





CERITA ASLI : ... 
‪#‎Jasmerah‬ (Jangan sekali-kali melupakan sejarah)
‪#‎PolriBagiNegeri‬
Jasmerah (Jangan sekali-kali melupakan sejarah)
kata mendiang Bung Karno. Maka, tulisan ini pun saya buat demi mengingat sejarah. “Pasukan Polisi Istimewa lahir lebih dulu dari yang lain,” kata Ruslan Abdulgani, tokoh pejuang yang turut berperan aktif dalam Palagan 10 November 1945.
Sementara Mayjen (Pur) TNI AD Sudarto, mantan ajudan Presiden Soekarno, menjelaskan secara gambling, “Omong kosong, jika ada yang mengaku dalam bulan Agustus 1945 memiliki pasukan bersenjata, yang ada hanya Pasukan Polisi Istimewa. Tanpa pasukan ini tidak aka nada Hari Pahlawan 10 November 1945”. MayorTNI AD (Pur) R. Kadim Prawirodirdjo meneguhkan ucapan Mayjen (Pur) Sudarto, dengan tegas mengatakan,
pada saat pelucutan senjata Jepang, TKR belum terbentuk. Pada waktu itu hanya ada Polisi (baik Umum, Central Special Police, dan Polisi Istimewa) yang memiliki senjata. Merekalah yang memelopori pelucutan senjata Jepang. Polisi Istimewa maju ke depan melucuti senjata Jepang. Sehingga tak heran bila Polisi Istimewa yang kemudian berganti nama Mobile Brigade sebagai sebuah kesatuan militer menerima anugerah tanda jada pahlawan atas jasa di dalam perjuangan gerilya membela kemerdekaan negara. Kesiapan dan kematangan polisi terjun ke medan laga, 
dalam kancah perjuangan revolusi kemerdekaan tidak terjadi begitu saja. Kekuatan dibangun tidak cuma sehari. Tindakan progresif revolusioner – memaklumkan diri sebagi Polisi Republik Indonesia dengan tindakan melilitkan ban putih dengan tulisan merah ‘Polisi Istimewa’ pada lengan kiri atas dan lencana merah putih berbentuk lonjong di peci, mengganti lambang Sakura, merupakan tindakan yang memerlukan keberanian luar biasa. Satya lencana sebagai cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI), telah diterima oleh Mayor Jenderal Polisi Sutjipto Danukoesoemo, mewakili Kepolisian Negera Republik Indonesia, bersama kurang lebih 90 orang mantan perwira tinggi ABRI. Penghargaan ini diberikan atas dasar peran Kepolisian Kota dan Daerah Keresidenan Surabaya,yang begitu besar jasanya dalam membina dan membangkitkan semangat perjuangan pemuda dan rakyat Surabaya untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialis. Polisi Surabaya giat melatih perang para pemuda, dan rakyat dalam menghadapi serangan udara. 
Pembinaan yang dilakukan Polisi Surabaya tersebut secara langsung sangat berpengaruh hingga tersusunnya kesatuan-kesatuan Badan Keamanan Rakyat BKR), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Gerakan pembinaan kemiliteran dan pelatihan tempur telah dipelopori oleh Kesatuan Polisi Istimewa Surabaya, yang sejak beberapa tahun sebelum proklamasi Kemerdekaan dipimpin oleh perwira-perwira muda lulusan Kotoka dan Futsuka, Sekolah Kepolisian Sukabumi. Peranan ini semakin kuat, setelah pimpinan polisi Surabaya mengeluarkan dekrit mempercayakan kepemimpinan pemuda polisi kepada perwira-perwira muda. Kepeloporan Angkatan Muda Angkatan Kepolisian dengan kekuatan riil Kesatuan Polisi Istimewa Surabaya, ditambah dengan semua anggota polisi yang berani ikut berjuang secara penuh, menjadi contoh yang luar biasa sehingga semua lapisan pemuda danrakyat, 
dengan penuh keberanian menghadapi musuh, dan terjadilah peristiwa Hotel Yamato. Peritiwa dahsyat 10 November 1945 dan berlanjut sampai Perang Kemerdekaan selesaipada akhir tahun 1949. Penghargaan satya lencana sebagai cikal bakal Tentara Nasional Indonesia merupakan penghargaan terhadap jasa-jasa Polisi Indonesia, sebagai pejuang kemerdekaan yang gigih berjuang merebut dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daya keyakinan, semangat perjuangan kerelaan berkorban, dan dedikasi polisi memberikan hasil gemilang. Semua ini tidak hanya cerita heroic sejarah perjuangan bangsa, tapi juga menjadi pelajaran yang membangkitkan gairah perjuangan dan teladan bagi generasi muda Indonesia. Selanjutnya, perlu dijelaskan di sini bahwa peranan seluruh jajaran polisi di Surabaya sangat besar, baik Polisi Istimewa, Polisi Umum, maupun Pasukan Polisi Perjuangan Republik Indonesia. Sejak revolusi fisik, 
Polisi Republik Indonesia sudah bahu-membahu mempertahankan kedaulatan Negera Proklamasi 17 Agustus 1945, mengusir penjajah, membasmi gerombolan pengacau liar dan pemberontak yang merongrong kewibawaan pemerintah Republik Indonesia. Seusai Perang Asia Timur Raya 15 Agustus 1945, setelah Jepang bertekuk lutut, dan diproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, Pembela Tanah Air (PETA) dan Heiho – pasukan yang terdiri dari pemuda-pemuda Indonesia, diperbantukan pada pasukan-pasukan Jepang di medan perang – dibubarkan. Mereka dipulangkan ke kampung halamannya masing-masing tanpa senjata sama sekali. Kepolisian yang pada tanggal 18 Agustus 1945 mengatakan dirinya sebagai Kepolisian Republik Indonesia. Polisi umum dilucuti oleh Tentara Jepang, karena Jepang memang ditugaskan oleh Sekutu untuk menjaga dan memelihara keamanan di Indonesia agar Sekutu dengan aman dapat menginjakkan kakinya di Bumi Indonesia. Hanya ada satu kesatuan polisi yang tidak diambil senjatanya, yaitu Polisi Istimewa. 
Polisi Istimewa ini terdapat diseluruh Indonesia dan pada setiap Keresidenan ada satu peleton atau satu kompi bersenjata lengkap. Sedang di Kota Surabaya dua kompi kesatuan Polisi Istimewa. Satu kesatuan yang dipimpin oleh Moehammad Jasin. Sedangkan yang lainnya untuk Surabaya kota, kesatuan organik yang dipimpin oleh Soetjipto Danoekoesoemo. Perwira-perwira polisi Jepang mencoba melucuti senjata Polisi Istimewa Surabaya. Namun para anggotanya dengan tegas menolak. Hari-hari selanjutnya yang terjadi adalah sebaliknya, Surabaya diisi insiden pelucutan senjata Jepang oleh Polisi Istimewa. Ada yang menyerahkan senjata tanpa perlawanan, tidak sedikit pasukan tentara Jepang baru menyerahkan senjata setelah tembak-menembak dengan Pasukan Polisi Istimewa. Seperti yang tercatat dalam bukuSoetjipto Danoekoesoemo “Hari-Hari Bahagia Bersama Rakyat”, tiga peleton tentara Jepang menyerahkan senjata kepada Polisi Istimewa Seksi I, dengan syarat keselamatan mereka dijamin, pada 1 Oktober 1945. Pada 2 Oktober 1945, Polisi Istimewa melucuti senjata tentara Jepang secara paksa, di Butai Don Bosco, Jln. Tidar. Pelucutan ini diawali dengan perlawanan sengit tentara Jepang. Setelah terjadi tembak-menembak sengit dan menelan korban jiwa barulah Jepang menyerahkan senjata. 
Pada hari yang sama, di Gedung General Electronics di Kaliasin Jepang menyerahkan senjata setelah terjadi pertempuran sengit dengan Tim Polisi Istimewa dibawah pimpinan Soetjipto Danoekoesoemo. Dalam pertempuran ini tentara Jepang mengeluarkan senjata-senjata mitraliur. Pada akhirnya tentara Jepang menyerahkan seluruh persenjataan, termasuk tank dan panser kepada Polisi Istimewa. Polisi Istimewa kemudian membagi-bagikansenjata tersebut kepada rakyat dan pemuda dalam organisasi perjuangan. Senjata rampasan tersebut menjadi modal awal terbentuknya Badan Keamanan Rakyat BKR), yang kemudian berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Pada sekitar 25 Oktober 1945 Inggris mendaratkan Brigade 49 dari Divisi 23 dipimpin Brigjen Mallaby. 
Mereka datang untuk mengurus tawanan perang dan kaum bekas internirning. Untuk itu mereka disetujui mengambil posisi dan menduduki tempat tentara di kota Surabaya. Namun ternyata mereka bertindak seakan-akan menjadi penjaga keamanan dan polisi sehingga menimbulkan insiden-insiden. Terjadilah pertempuran-pertempuran dahsyat. Pasukan Polisi Istimewa, mantan Peta dan Heiho maupun para tokoh perjuangan, dan pemuda-pemuda Surabaya melawan tentara Inggris. Surabaya, 10 November 1945 Pagi hari, Inspektur Polisi Soetjipto Danoekoesoemo, komandan Polisi Istimewa, mengendarai panser yang dikemudikan Agen Polisi II Eman, mengadakan pemeriksaan pertahanan rakyat. Ia berkeliling, menempatkan regu dan peleton pembantu Polisi Istimewa di pos-pos pertahanan, dan mengadakan brifing singkat kepada pos-pos pertahanan kota. Waktu itu diperkirakan tentara Inggris akan menyerbu dengan pasukan infanteri. “Jangan biarkan Inggris lewat tanpa perlawanan. Pancing mereka terjebak ke dalam kota,” kata Inspektur Soetjipto Danoekoesoemo kepada anakbuahnya. Pukul 10.00 pagi,
pesawat tempur Inggris mulai menjatuhkan bom di Surabaya. Dari laut meriam berdentuman. Kantor Besar Polisi mendapat serangan gencar dari darat, laut dan udara. 
Anggota Polisi Istimewa berguguran. Namun, pasukan infanteri Inggris tidak bisa maju karena ketatnya pertahanan. Kantor Besar Polisi menjadi sasaran karena Inggris tahu bahwa Pasukan Polisi Istimewa adalah sebuah kesatuan militer polisi yang tangguh. Pertempuran seru berlangsung hingga 28 November 1945. Surabaya menjadi neraka bagi Inggris. Namun menjadi kawah candradimuka bagi Polisi Istimewa dan pejuang kemerdekaan lainnya. 14 November 1946, Polisi Istimewa berganti nama menjadi Mobile Brigade, dan beberapa tahun kemudian menjadi Brigade Mobile (Brimob). (sumber tulisan: buku “Hari-Hari Bahagia Bersama Rakyat”, catatan perjuangan Sutjipto Danoekoesoemo). Tulisan ini dibuat dalam rangka peringatan Hari Pahlawan 10 November 2011dan Ulang Tahun Korps Brimob Polri 14 November 2011.
Semoga generasi muda Polri menyadari bahwa pendahulu mereka adalah pejuang. Polisi sekarang adalah pejuang penegakan hokum dan pejuang Kamtibmas.

Post a Comment

1 Comments

  1. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang tak pernah melupakan sejarah bangsanya", semoga Allah SWT selalu menjaga dan memberkahi Indonesia Tercinta. Amin

    ReplyDelete
Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)

Close Menu